stories

FRIDAY, MARCH 27, 2009

Soeradji MangunSoebroto
Malam ini aku masih berada disini. Hari demi hari, waktu silih berganti aku pun masih tetap ada disini. Aku menyesal kenapa ada ditempat ini. Sekarang adalah hari ke-Tujuh atau sudah satu minggu aku menempati tempat ini. Ruang yang kutempati ini sangatlah asing buatku. Tempat ini begitu sepi senyap tak ada ada suara yang mengganggu, seperti berada di pengasingan. Disekitarku hanya ada sebuah meja, dan kursi yang aku anggap itu sebagai temanku. Mungkin aku membutuhkan seorang teman, jawabku ya, tapi siapa? Dalam keseharian aku hanya bisa melihat ke atas, berdiam diri di atas tempat tidurku ini, tanpa bisa berbuat apa-apa. Pandanganku melihat ke atas dan ada sebuah lampu yang menggantung di depan kedua bola mataku. Lampu itu terdiri dari empat buah pasang, seperti sebuah keluarga yang lengkap, terdiri dari bapak, ibu, dan dua anak yang lucu. Aku pandangi terus lampu gantung tersebut, Lampu itu selalu memancarkan sinar yang terang, terang sekali. Sepertinya aku pernah melihat benda seperti itu, yang lebih besar dari aku pandangi yang ada seperti saat ini, andai aku masih bisa mengingatnya. Lampu tersebut seperti bermain-main didalam hatiku dan merasuki jiwaku yang kosong ini. Hal tersebut sangatlah indah, memancarkan sinar yang berkilauan, berwarna-warni, dan itu sangatlah cukup untuk mengobati perasaan hatiku yang sedang galau. lampu tersebut sepertinya tahu keluh kesahku dan memberikan sebuah energi tambahan kepada diriku. Aku tersenyum sendiri melihat lampu gantung itu, tak lama kemudian lampu itu pun menghilang dari penglihatanku, apa yang terjadi? Ternyata datanglah sosok yang besar sekali pikirku itu menyerupai seperti manusia, dan aku mengenal dia. Sosok tersebut berkata kepadaku ”Sudah sore Pak, waktunya untuk makan malam”. Aku pun mengerti maksud dari sosok tersebut, dan berakhir sudah imajinasiku melihat lampu gantung tersebut, yang sedang bekerja menyinari hatiku.
Sesosok tersebut adalah seorang wanita, Wanita yang berparas ayu seperti Putri Keraton Solo dan dia mengingatkanku pada seseorang yang lama menghilang. Wanita itulah yang menemaniku selama ini. Dia dengan sigap membawa makanan yang hampir tiap hari sama, sebenarnya aku pun bosan terhadap hal itu, tapi aku hanya bisa menerima dan tidak bisa menolak pemberiannya. Wanita itu dengan lincah mencampurkan makanan yang dibawa, dan aku tidak bisa makan sendiri. Aku seperti layaknya seorang balita yang sedang disuapi oleh ibunya dan setelah itu mencari susu untuk meminumnya. Aku sangat lahap memakan makanan tersebut, dan ini sangat berguna untuk kehidupanku. Makanan pun habis dan sosok wanita itu pergi dari pandangan mataku, sebelum dia pergi wanita itu berkata ” Pak kalau perlu apa-apa tinggal pencet tombol ini, nanti ada yang datang”. Aku hanya mengangguk menjawabnya, dan rasanya dia mengerti maksudku. ”Ok pak, selamat malam, semoga mimpi indah”, dia pun berlalu.
Aku pun kembali seperti semula, dan tak lupa aku memandangi lagi lampu gantung yang berada di atasku. Kedua mataku sepertinya menangkap suatu hal, lalu pandanganku berganti, dan aku menoleh ke sebelah kanan, ”hmm... rupanya aku melihat sebuah jendela”. Jendela yang jarang aku pandangi selama aku berada di sini, kemudian Aku pandangi terus jendela tersebut, karena di jendela itu aku bisa melihat sesuatu yang indah, luar biasa dan sepertinya aku bisa menemukan dunia luar. Aku ingin sekali mendekat kesana, tapi apa daya aku tak sanggup untuk menjangkau ke jendela itu, dan aku hanya bisa melihat dari sini. Aku pandangi terus keajaiban yang ada disana, Mungkin dengan melihat itu aku bisa hidup, dan teringat lagi dengan masa laluku.
Aku teringat lagi tentang masa laluku. Inginku kembali kesana, tapi aku tahu itu hal yang mustahil. Sebenarnya kehidupanku sangatlah rumit, layaknya seperti mengerjakan sebuah soal matematika, yang aku sendiri pun tak bisa mengerjakannya, dan mungkin aku bisa mengibaratkan seperti itu. Aku banyak sekali mengalami berbagai Kehidupan, baik yang jelek maupun yang baik, dan itupun tidak bisa aku ingat semuanya. Ini karena keterbatasan otakku dalam mengingat sesuatu. Seingatku aku banyak mengalami kesusahan dan merugikan banyak orang. Kehidupanku berkelok-kelok seperti jalan yang ada di pegunungan, kadang naik dan kadang turun. Aku teringat lagi tentang omongan dari Jarwo teman kerjaku yang ada di Perusahaan, ”Dji janganlah kau berbuat seenaknya kepada orang lain, karena engkau pasti akan terkena balasannya atas perbuatanmu itu”. Aku teringat-ingat terus perkataan si Jarwo, karena kata-katanya begitu sakti sehingga membuat aku teriyang-iyang dalam pikiranku, Aku berpikir ”apakah aku dikutuk oleh perkataan Jarwo itu”? Atau aku kualat kepada orang- orang yang pernah aku sakiti? Aku hanya bisa merenungi nasibku sekarang ini.
Jarwo adalah temanku dulu pada saat aku bekerja di Perusahaan Kembang Kempis, perusahaan yang bergerak di bidang pengadaan alat-alat berat. Kebetulan kita menempati bidang kerja yang sama. Aku mempunyai jabatan yang cukup strategis dalam bidangku ini, dan pada waktu itu jarwo adalah bawahanku. Sebelum bekerja disini aku dan Jarwo sudah saling mengenal, kita dulu pernah duduk satu bangku kuliah yang sama yaitu di Institut Negeri yang terkenal dan aku segan untuk mengatakannya. Kita saling berkawan baik, dia sangat membantuku dalam hal apapun, begitupun sebaliknya. Dia adalah kawanku yang baik budinya. Mungkin nasiblah yang membuat kita berbeda pada kala itu. Semula jarwo yang memberitahuku bahwa ada pekerjaan yang cukup strategis di Perusahaan, lalu kita putuskan untuk bersama-sama untuk melamar pekerjaan tersebut. Setelah melalui seleksi yang ketat, ternyata hanya aku yang diterima, dan Jarwo tidak diterima. Aku sempat tidak enak kepada Jarwo, kenapa hanya aku yang di terima dan dia tidak. Karena berkat dialah yang memberitahu lowongan pekerjaan ini. Jarwo pun tidak menyesali dan memberikan ucapan selamat kepadaku, lalu setelah peristiwa itu Jarwo pun menghilang entah kemana, dan aku sendiri tidak tahu. Hari berganti hari, dan tahun berganti tahun Aku pun mendapatkan jabatan yang cukup strategis yaitu Manajer Pemasaran dan kantorku akan membuka lowongan pekerjaan.. Seperti yang aku alami dulu prosedurnya hampir sama, tidak ada yang berubah. Akhirnya seleksi 3 hari pun selesai tidak di sangka Jarwo kembali lagi dan di terima di sini. Aku terkejut, dan ternyata jarwo adalah bawahanku.
Jarwo sama sekali tidak berubah, dia masih seperti Jarwo yang dulu. Kita sama-sama saling bersalaman dan aku menanyakan kepada dia, ”kemana saja kau selama ini? Dan bagaimana keadaanmu sekarang”? Dia pun tersenyum dan sedikit bercanda kepadaku ”he.. aku pergi mencari wangsit dan keadaanku sangatlah baik” dan kami pun tertawa bersama. ”Ah memang kau tak pernah berubah Jarwo” dan dia hanya tersenyum.
Kita pun bekerja sebagai sebuah tim, dan yang membedakan hanya sebuah jabatan. Memang hal itu lumrah, karena yang pertama kali masuk adalah diriku dan Jarwo tetap profesional meskipun kita berbeda. Ada satu hal yang membuat aku berselisih pada bawahanku itu, pada saat itu ada sebuah kiriman barang yang datang dari luar negeri. Pada saat itu ada kiriman yang banyak sekali jumlahnya, dan itu bisa menguntungkan sekali bagi kantor dan mungkin bagi diriku. Kiriman itu akan dikirim ke sebuah Perusahaan Haru Biru yang membutuhkannya dan perusahaanku dengannya sudah lama saling bekerja sama. Setelah selesai mengirimkannya, perusahaanku memperoleh keuntungan yang besar sekali, dan aku merencanakan untuk bertindak ”nakal” yaitu menyelewengkan hasil keuntungan untuk masuk ke kasku sendiri alias Korupsi dan sisanya di masukkan ke Kas Perusahaan. Ya.. ini karena aku tertular budaya laten korupsi yang lagi naik daun di kalangan elite. Aku pun mengajak Jarwo untuk hal tersebut tetapi dia menolaknya karena hal itu bisa merugikan perusahaan, tapi aku bersikeras dan tetap untuk melaksanakannya. Jarwo pun merasa muak padaku dan pada perusahaan ini karena dia takut berdosa dan tidak ingin merugikan banyak orang, lalu dia memutuskan untuk keluar dari pekerjaan ini karena dia sudah tidak tahan lagi terhadap hal-hal yang busuk yang terjadi di Perusahaan ini. Karena beberapa kali aku melakukan tindakan itu dan Jarwo hanya bisa menahannya. Mendengar itu Aku pun mempersilahkan pergi dan tidak menahan si Jarwo. Sampai akhirnya dia berkata-kata padaku dan mengutukku seperti itu. Aku pun pada waktu itu menganggap perkataan Jarwo sebagai angin yang berlalu dan tidak menghiraukannya. Akhirnya apa yang dia katakan memang terjadi Setelah kejadian tersebut lama-kelamaan perusahaanku mengalami kemunduran dan akan mengalami kebrangkutan. Dewan direksi akhirnya memutuskan memecatku, karena penyebab masalah ini adalah aku. Aku pun sempat merasakan nikmatnya menginap di Hotel Prodeo selama 3 bulan saja, sisanya lewat tebusan yang dibayar oleh Isteriku.”Ah andai kau berada disini Jarwo, aku akan minta maaf kepadamu terus sembah sujud kepadamu” dan aku hanya bisa merenungi diri dalam ruang ini.
Hari pun semakin petang dan sebentar lagi akan turun hujan, suara geluduk pun bertalu, jam dinding menunjukkan pukul 10 dan aku masih disini membayangkan nasibku selanjutnya yang tak tentu arah. Disini aku hidup sendiri tanpa ada teman, isteri, anak atau sanak keluarga. Kadang-kadang Aku merasa sepi dalam keadaanku ini. Rasanya seperti mayat dan tidak bisa menikmati kehidupan seperti layaknya. Sebenarnya aku mempunyai seorang isteri tetapi itu sudah lama berlalu, dan kemudian aku tidak tahu kabar dari isteriku lagi. Kabar terakhir yang aku terima dia berada di Australia menetap disana, dan mempunyai seorang suami lagi dan membawa anakku satu-satunya kesana. Memang aku bukan suami yang baik bagi dia, aku selalu menyalah gunakan kepercayaan yang dia berikan kepadaku. Dalam hidup bersamanya aku pernah bermain seks dengan wanita-wanita yang ada di Dolly, mungkin ini akibat rasa frustasi kepada isteriku karena dia sudah terkena Menopause. Aku dan dia berjarak lima tahun, isteriku yang lebih tua daripada aku. Pertama kali bertemu Aku dan dia dicomblangin oleh temanku. Aku mudah sekali jatuh cinta kepada seorang wanita, terlebih-lebih pada isteriku ini. Gayung pun bersambut wanita itu pun mempunyai rasa yang dalam kepadaku. Kita berhubungan hanya 2 bulan, hubungan yang sangat singkat, lalu kita memutuskan untuk menikah. Aku di karuniai seorang anak yang lucu, laki-laki. Aku sangat sayang sekali pada anakku ini, dan terlebih ini adalah anugerah terindah yang pernah aku miliki. Tetapi kehadiran anak tidak membuat aku jera untuk bermain wanita dan puncaknya isteriku mengetahui perbuatanku ini. Dia pun merasa dikhianati , marah, dan menangis kemudian dia meminta untuk bercerai. Aku sempat mencoba memperbaikinya, tetapi isteriku sudah tidak tahan lagi dan memutuskan untuk bercerai. Aku pun tidak bisa menahannya dan aku hanya bisa merelakan kepergiannya.
Pada sidang pengadilan untuk hak mengasuh perwalian anak, akhirnya diberikan kepada isteriku, karena dia memang yang berhak. Aku pun kalah lagi dalam hal ini, dan aku hanya bisa merelakannya. Hidupku semakin kacau karena peristiwa tersebut, semakin dalam aku masuk di dunia gelap. Aku berjudi, mabuk-mabukkan, dan main perempuan. Karirku hancur diikuti keluargaku yang hancur, dan aku hanya hidup sebatang kara. Tak lama kemudian penderitaanku bertambah, Aku pun divonis oleh dokter bahwa aku terkena penyakit kanker otak yang menempel di kepalaku dan sudah memasuki stadium 4, dan kata dokter hidupku hanya tinggal 3 bulan saja. Aku pun terperangah, bingung, takut, dan aku tak tahu harus bagaimana lagi. Aku ingin berlari melepaskan penderitaan ini tapi itu tidak bisa, setelah itu aku jatuh pingsan, dan saat terbangun aku menyadari bahwa aku berada di tempat ini sampai sekarang. Kepada ”isteriku aku ingin minta maaf kepadamu dan aku ingin engkau hadir di sini menemani diriku yang hanya bisa tidur tanpa bisa berbuat apa-apa sampai ajalku tiba”, dan ”untuk Anakku aku ingin memelukmu dan menciummu dengan sayang”. Mungkin ini pembalasan yang di berikan oleh Tuhan kepadaku, dan aku hanya bisa merenungi dan mempersiapkan diriku sampai ajal datang.” oh... Tuhan, maafkanlah hambamu ini”.



Surabaya, 01 Januari 2009